Apa Itu Goldilocks Effect yang Jadi Strategi Marketing untuk Tingkatkan Penjualan? - Barangkali kamu belum terlalu familier dengan istilah Goldilocks Effect. Namun, sebenarnya penerapan effect ini sudah lumayan lumrah di dunia bisnis, khususnya yang berkaitan dengan pricing strategy. Selengkapnya soal apa itu Goldilock Effect, yuk langsung simak artikel ini sampai selesai!
Goldilocks Effect adalah sebuah strategi untuk menghadirkan sesuatu yang “just being right” sesuai kebutuhan. Nah, strategi ini sebetulnya bisa kamu terapkan dalam berbagai aspek. Tapi khusus dalam aspek marketing, strategi ini umumnya digunakan untuk menentukan harga dengan prinsip “just being right”, di mana penjual akan mengunggulkan harga yang “sedang-sedang aja” alias gak terlalu murah dan gak terlalu mahal untuk satu produk. Dengan kata lain, produk yang punya middle price-lah yang punya peluang besar buat menarik hati pelanggan.
Strategi ini sebenarnya memainkan psikologi pembeli dengan secara tidak langsung memberi tahu bahwa middle price itulah yang worth buat mereka. Soalnya, kalau beli di harga termurah, konsekuensinya ada pada kualitas, atau bahkan kuantitas. Sementara kalau beli di harga termahal, walau dengan jaminan kualitas terbaik atau kuantitas lebih banyak, kok rasanya “gak ramah di kantong?”. So, pada akhirnya mereka akan terpancing untuk memilih produk dengan middle price. Secara harga masih terjangkau, secara kualitas atau kuantitas pun sudah memenuhi kebutuhan.
Bagi kalian sebagai penjual atau pelaku bisnis, prinsip Goldilocks Effect ini bisa banget buat kalian terapin demi meningkatkan penjualan dari produk dengan harga middle price. Alhasil, kalian gak harus jor-joran ngejualin produk termurah doang dan gak perlu khawatir juga dengan risiko kurang lakunya produk termahal di pasaran. Soalnya, jika produk dengan harga middle price ini sudah cukup memenuhi kebutuhan konsumen, tentu mereka akan memilihnya kan?
Umumnya, kalian bisa menerapkan prinsip Goldilocks Effect ketika startup kalian menghadirkan produk yang punya offer berbeda-beda, sehingga penetapan harganya pun bisa berbeda-beda tergantung offer atau kelengkapannya. That’s why penerapan ini sering kali kita temui di produk OTT atau streaming platform, di mana ketika kita hendak berlangganan, kita pasti menjumpai harga paket yang berbeda-beda–biasanya ada 3 paket.
Nah, di momen kita mempertimbangkan paket-paket tersebut dengan harga dan masing-masing keuntungannya, di situlah prinsip Goldilocks Effect mengambil peranan. Terkadang, keuntungan di produk dengan harga termahal tersebut memang komplet, tapi kalau kita menimbang lagi, sebenarnya paket tersebut belum tentu kita butuhkan.
Contohnya, kalau kita beli paket streaming paling mahal, kita bisa menonton di 10 devices sekaligus. Terlihat oke, tapi apakah kita bakal nge-share akses akun kita ke 10 devices? Kalo gak, kan mubazir! Di sisi lain, kalo beli yang murah, rasanya nanggung karena kualitas videonya kurang HD. See, pilihan kita pun lantas otomatis akan mengerucut ke paket dan harga yang ada di tengah-tengah.
Selain contoh prinsip Goldilocks Effect di OTT atau streaming platform, strategi ini juga pasti sering kamu temui di produk atau layanan berbasis teknologi yang mengandalkan berbagai fitur. Contohnya, produk handphone.
Ketika ada berbagai jenis handphone dengan spesifikasi hampir sama, yang mana perbedaannya paling-paling “cuma” ada pada kapasitas RAM, eh… harganya dipatok cukup jomplang. Nah, karena spesifikasi yang hampir sama itulah yang bikin para calon pembeli cenderung gak memprioritaskan beli di harga termahal. Sebaliknya, kalau beli di harga termurah, kayaknya kok “nanggung”. Soalnya, dengan mengeluarkan sedikit uang lagi, kamu udah bisa upgrade berbagai fitur dengan harga masih terjangkau.
Pastikan value yang muncul pada fitur atau keunggulan produk bisa terefleksi dari harga. Maksudnya, kalo offer atau fitur dan keunggulan produk memang terbatas, berarti harganya haruslah sesuai. Jadi, kalau memang itulah produk termurah, ya gak apa-apa. Tapi, ketika ingin menerapkan Goldilocks Effect, pastikan produk “sedang-sedang saja” itu memang jauh lebih unggul ketimbang produk termurah dan patoklah harga yang tidak terlalu jauh. Sehingga, ada efek “sayang ya kalau beli yang termurah” itu tadi.
Mirip dengan poin 1, karena targetnya adalah menawarkan produk yang middle price, maka kamu sebaiknya memerhatikan dengan detail offer di harga ini. Jangan sampai pelanggan malah gak tertarik dengan produk middle price ini, karena fiturnya masih belum memenuhi kebutuhan mereka. Sebab, kalau produk di ketiga “level” harga berbeda masih belum memenuhi ekspektasi konsumen, bisa-bisa mereka malah gak jadi beli. So, pastiin ada fitur unggulan di middle price yang gak ada di harga termurah, tapi tetap ada di harga termahal. Artinya, tanpa harus beli harga termahal, fitur unggulan tersebut tetap bisa didapatkan.
Seperti yang sudah disebutkan, tiga level harga adalah cara paling ideal untuk menerapkan Goldilocks Effect. Soalnya dari perspektif pembeli, sudah sangat jelas ada high price, middle price, dan low price. Sebenarnya, sih, lebih dari tiga pun gak apa-apa. Tetapi, khawatirnya si pelanggan malah bingung untuk menentukan mana yang paling worth the money.
Artinya, jangan sampai ada terlalu banyak aspek atau fitur pembeda dari setiap produk yang kamu tawarkan. Alih-alih, cukup pilih 3-5 fitur pembeda. Misalnya, jika produkmu adalah software, maka cukup bedakan masing-masing paket atau produk dari aspek lama berlangganan, fitur-fitur unggulan mana yang available dan gak available di produk tertentu, atau berapa banyak device yang bisa mengakses satu produk tertentu. Hal ini jelas akan memudahkan para pelanggan buat memahami produk atau layanan kamu secara detail.
Intinya, sebagai salah satu strategi psikologi marketing, Goldilocks Effect memengaruhi pelanggan untuk membeli produk yang paling sesuai dengan kebutuhan. Lalu, dari sisi harga, juga paling rasional.
Nah, semoga abis baca artikel ini, kamu jadi makin kebayang sama strategi Goldilocks Effect serta cara menerapkannya. Kalau cocok untuk kamu terapkan di startup-mu, ya udah… langsung aja coba kamu terapkan, ya!*